“Aduh nyeri kepala melulu, kayaknya tensi mulai naik lagi nih. Malam ini obat tensinya diminum deh”

dr. Teguh Krisna Murti, Sp.PD

Kata-kata seperti itu mungkin tidak asing terdengar di telinga kita. Sering kali beberapa orang menghubungkan kejadian nyeri kepala dengan tekanan darah yang meningkat. Namun apakah benar semua nyeri kepala pasti dibebabkan karena hipertensi atau tekanan darah yang meningkat? Dan apakah benar obat anti hipertensi hanya dikonsumsi saat seorang penderita hipertensi mengalami nyeri kepala? Yuk ikuti pembahasan kita dibawah ini!

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (InfoDATIN, Kemenkes RI). Penyebab tekanan darah dapat meningkat dikarenakan adanya peningkatan denyut jantung, adanya  peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi atau volume pembuluh darah yang mengalami peningkatan.

Penyakit hipertensi ini dapat menyerang siapa saja dari berbagai kalangan kelompok usia, kelompok sosial, dan kelompok ekonomi. Maka dari itu, penyakit hipertensi sangat dikenal dengan sebutan heterogeneous group of disease. Hipertensi juga dijuluki sebagai silent killer atau penyakit pembunuh secara diam-diam karena penyakit ini tidak memiliki gejala yang spesifik, dapat penyerang siapa saja dan kapan saja. Gejala dari hipertensi juga menyerupai keluhan kesehatan pada umumnya, sehingga penyakit hipertensi dapat menjadi tidak terkontrol baik bagi yang belum menderita maupun yang sudah menderita hipertensi.

Hipertensi terjadi karena gaya hidup atau pola hidup yang tidak sehat, diantaranya kebiasaan perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang tidak seimbang, rendahnya asupan buah dan sayuran yang dikonsumsi oleh tubuh, kebiasaan dalam mengkonsumsi minuman beralkohol secara terus-menerus, kurangnya aktifitas fisik atau kurangnya berolah raga dan obesitas. Faktor resiko yang dapat berpengaruh terhadap hipertensi diantaranya faktor keturunan (genetik), faktor lingkungan sekitar, berkurangnya asupan kalium dan kalsium, stress dan gangguan pada psikologis.

Lantas, kenapa ya penderita hipertensi seringkali mengeluh nyeri kepala? Nyeri kepala yang dirasakan dapat memiliki karakteristik yang berbeda pada setiap orang, tetapi berdasarkan patofisiologi nyeri kepala diketahui keadaan hipertensi mempunyai hubungan paling dekat dengan nyeri kepala tipe tekanan atau Tension-Type Headache (TTH). Secara singkat vasokonstriksi sistemik yang terjadi pada kasus hipertensi mengakibatkan aliran darah menurun yang memicu berkurangnya suplai oksigen ke pembuluh darah otak sehingga dapat menyebabkan nyeri kepala. Untuk mengendalikan kondisi hipertensi sebaiknya dimulai dengan pola hidup yang sehat, terutama mengurangi kandungan sodium (garam) pada makanan yang di konsumsi sehari-hari.

Pada kasus hipertensi obat anti hipertensi sebaiknya selalu diminum secara rutin sesuai aturan konsumsi obat dari dokter, karena kejadian hipertensi tidak melulu disertai dengan keluhan nyeri kepala. Dapat pula para penderita hipertensi justru tidak mengalami keluhan apapun. Menurut dr.Tunggul D.Situmorang Sp.PD-KGH, pentingnya disiplin mengonsumsi obat untuk menjaga agar tekanan darah tidak naik terlampau tinggi. Berbagai alasan mengapa penderita hipertensi tidak meminum obatnya secara rutin. Pada suatu penelitian menunjukkan hampir 60% penderita hipertensi mengatakan merasa dirinya sudah sehat dan takut dengan efek samping yang terjadi terhadap ginjal apabila mengkonsumsi obat dalam jangka panjang. Sekita 31% tidak rutin ke fasilitas pelayanan kesehatan, 14,5% mengonsumsi obat tradisional, serta alasan lain seperti lupa, tidak tahan dengan efek samping, atau tidak mampu membeli obat secara rutin. Walau sudah merasa sehat, namun kita tidak bisa sembarangan menghentikan obat. Selalu konsultasikan dulu dengan dokter karena sebagian besar pengobatan hipertensi bersifat jangka panjang.

Sebenarnya tidak ada aturan jam pasti dalam konsumsi obat anti-hipertensi. Obat anti hipertensi dapat dikonsumsi pagi ataupun malam hari. Namun menurut studi yang dipublikasikan di European Heart Journal (2018) mengatkan bahwa konsumsi obat anti hipertensi paling baik di malam hari lebih baik daripada pagi hari. Riset dari ahli di Spanyol tersebut meneliti 19.000 penderita hipertensi yang rutin minum obat anti hipertensi dari tahun 2008 sampai 2018. Hasilnya, pasien yang minum obat sebelum tidur, risiko terjadinya serangan jantung, gagal jantung, stroke dan kematian akibat penyakit kardiovaskular turun hingga 44%, 42%, 49% dan 45%. Perwakilan peneliti Ramon Hermida dari University of Vigo menyampaikan, penurunan risiko komplikasi hipertensi tersebut terkait kontrol tekanan darah yang lebih baik saat tidur.

            Pada penelitian sebelumnya terlihat data bahwa hampir 60% penderita hipertensi mengatakan merasa dirinya sudah sehat dan takut dengan efek samping yang terjadi terhadap ginjal apabila mengkonsumsi obat dalam jangka panjang. Padahal hipertensi yang tidak terkontrol sendiri merupakan salah satu penyebab tersering dari terjadinya gagal ginjal. Berdasarkan data dari Indonesian Renal Registry (IRR) 2017, hiprtensi menjadi penyebab dari 45% kasus gagal ginjal.

            Mengutip American Heart Association, ginjal dan sistem peredaran darah bergantung satu sama lain untuk menunjang kesehatan yang baik. Ginjal membantu menyaring zat-zat yang tidak diperlukan oleh tubuh menggunakan banyak pembuluh darah selama proses penyaringan tersebut. Ketika pembuluh darah menjadi rusak akibat terjadinya hipertensi, maka ginjal yang menyaring darah tidak menerima oksigen dan nutrisi cukup yang dibutuhkan agar berfungsi dengan baik. Inilah sebabnya tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah penyebab utama kedua gagal ginjal. Seiring waktu, tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol menyebabkan arteri di sekitar ginjal menyempit, melemah, atau mengeras. Arteri yang rusak ini tidak mampu memberikan cukup darah ke jaringan ginjal. Pada kondisi telah terjadinya gagal ginjal tahap 5 atau end state, maka fungsi filtrasi pembuluh darah di ginjal harus digantikan. Proses penggantian ini disebut dengan proses cuci darah atau hemodialisis.

            Prosedur cuci darah untuk gagal ginjal dilakukan saat ginjal tidak lagi berfungsi dengan baik untuk menyaring racun dan zat sisa metabolisme dari dalam tubuh. Prosedur ini dikenal juga dengan sebutan hemodialisis dan dilakukan dengan bantuan mesin khusus. Pada proses cuci darah ini, petugas medis akan memasukkan jarum ke pembuluh darah untuk menghubungkan aliran darah dari tubuh ke mesin pencuci darah. Setelah itu, darah kotor akan disaring oleh mesin pencuci darah. Setelah tersaring, darah yang bersih akan dialirkan kembali ke dalam tubuh.

            Prosedur hemodialisis biasanya menghabiskan waktu sekitar 4 jam per sesi dan dilakukan setidaknya 3 sesi dalam seminggu. Prosedur ini hanya bisa dilakukan di klinik cuci darah atau rumah sakit. Efek samping yang biasanya muncul setelah menjalani hemodialisis adalah kulit gatal dan kram pada otot. Pada penderita yang akan memerlukan proses hemodialisis yang rutin dan dilakukan berkala, maka dokter umumnya akan mempertimbangkan pemasangan akses pembuluh darah buatan sehinga pasien tidak perlu memasukkan jarum ke pembuluh darah lagi tiap akan dilakukan hemodialisis. Proses pemasangan akses tersebut dinamakan proses pemasangan double lumen atau ada pula yang disebut pemasangan AV Shunt.(and)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

You may use these <abbr title="HyperText Markup Language">HTML</abbr> tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

*

Hi, How Can We Help You?
icon call center
Home Care
081337313044
icon call center
Call Center
(0361) 954573
icon call center
On Call/Alarm Center
081390249270